PERDUKUNAN


 Praktik perdukunan banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan. 

Salah satunya ialah penggunaan santet (ilmu magis) dari seorang dukun. Ini 

dinilai sebagai tindakan yang merugikan dan membahayakan masyarakat.

Praktik perdukunan memang sudah mengakar di Nusantara seperti terlihat 

pada prasasti-prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Penelitian ini 

mengambil objek penelitian tiga prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya, 

yakni prasasti Kota Kapur, Palas Pasemah, dan Telaga Batu. Penelitian ini 

bertujuan untuk membahas bentuk praktik dan sifat perdukunan dalam tiga

prasasti peninggalan Kedatuan Sriwijaya. Penelitian yang termasuk ke dalam 

ranah kajian ilmu epigrafi ini menggunakan penalaran induktif. Metode

penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian terhadap tiga prasasti

berangka tahun abad 6-7 M ini menunjukkan bahwa isi tiga prasasti ini 

mengandung kalimat-kalimat yang mengindikasikan adanya praktik 

perdukunan. Praktiknya adalah mencelakakan dan merugikan seseorang. 

Praktik ini beraliran hitam dan bersifat negatif sehingga dilarang oleh 

pemerintah Kedatuan Sriwijaya. Pelakunya akan mendapatkan kutukan dari 

raja sebagai hukuman.

Praktik perdukunan memiliki akar yang cukup panjang dalam sejarah

umat manusia. Di Indonesia, ilmu hitam secara turun-temurun terus diwarisi

hingga saat ini dukun masih populer bukan hanya di sisi masyarakat 

tradisional, melainkan juga di tengah lingkungan modern. Sekilas hal ini 

memang tampak ganjil, fenomena perdukunan yang sampai detik ini tidak 

dapat dibuktikan secara ilmiah justru tumbuh subur di tengah derasnya 

kemajuan teknologi pada masa sekarang. Praktik perdukunan tidak memiliki 

variabel yang jelas sehingga para pakar dari berbagai bidang belum dapat 

mengukur kebenaran maupun kesalahan metode yang digunakan (Kuntari 

dalam Ardani, 2013:32). Keberadaan dukun yang identik dengan kekuatan 

supranatural merupakan fenomena sosial yang kerap dipandang sebagai black 

magic sehingga dianggap menyeleweng dari norma oleh sebagian 

masyarakat. Meskipun begitu, praktik perdukunan masih memiliki peran yang 

signifikan bagi suatu kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat Indonesia 

masih percaya terhadap hal-hal magis yang dinilai mendatangkan keuntungan 

baginya. Perilaku tersebut tampak dari upaya masyarakat yang mendatangi

dukun (paranormal) untuk sekadar meramal nasib, meminta perlindungan dari 

hal buruk, mendatangkan rezeki, memikat lawan jenis, mendatangkan hal 

buruk bagi orang yang dibencinya, dan sebagainya (Arthani, 2015:32).

Namun, sebagian masyarakat lain menilai praktik perdukunan sebagai sesuatu 

yang berada di luar akal sehat manusia sehingga mereka tidak memercayai 

hal-hal seperti ini. Menurut Daruputra dalam Nurdin (2015:43) penyebutan 

istilah dukun sering kali dihindari sehingga diganti dengan istilah yang 

bernada eufemistis, yaitu paranormal. Istilah dukun dianggap mengandung 

konotasi negatif karena di dalamnya terkandung makna penipuan, klenik, dan 

praktik yang tidak benar.

Tylor dalam Nurdin (2015:1) memandang animisme sebagai dasar 

pijakan bagi semua agama dan menjadi tahapan awal bagi proses evolusi 

dalam bidang keagamaan. Secara umum, penganut animisme percaya bahwa 

kekuatan gaib (supernatural) dapat menghuni binatang, tumbuhan, dan objek-

objek lain secara alami. Kekuatan ini dibayangkan sebagai roh-roh atau jiwa-

jiwa. Dr. Aris Fauzan, dosen Program Doktor Psikologi Pendidikan Islam

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dalam Focus Group Discussion

tentang Klenikologi menjelaskan dari segi historis munculnya klenik-klenik 

yang terdapat di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 

banyak sistem kepercayaan, seperti paham dinamisme, animisme, Buddha, 


Hindu, Islam, dan lain-lain di mana di dalamnya terdapat beragam aliran-

aliran kepercayaan seperti Darmo Gandul, Gatolotjo, dan lain-lain. Semua 

keyakinan tersebut merupakan kombinasi dari budaya lokal yang sudah 

terdapat sejak zaman dahulu dengan agama-agama yang datang kemudian

(BHP UMY, 2019).

Studi mengenai praktik perdukunan secara umum telah cukup banyak 

dilakukan oleh para peneliti dan dikupas dalam berbagai tema yang ditulis 

dalam bentuk buku, skripsi, tesis, ataupun jurnal. Salah satunya ialah hasil 

penelitian milik Geertz yang berjudul The Religion of Java dalam Nurdin 

(2015:21) yang menjelaskan tentang praktik pengobatan melalui dukun yang 

menghasilkan tipologi dukun, yaitu dukun santri, dukun priyayi, dan dukun

SEMOGA BERMANFAAT DAN MOHON MAAF BILA ADA SALAH TULIS ATAU BEDA PENDAPAT

METAFISIKA

  Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas yang men...